“Terakhir adalah keterangan dari Prof Bagir Manan. Beliau seperti halnya Prof Jimly Asshiddiqie, memberikan keterangan karena permintaan dari kami (MKMK),” ujar Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Setelah menerima keterangan dari Prof Bagir Manan pada Selasa (14/3), menjadi pemberi keterangan terakhir dalam kasus tersebut, dan MKMK mulai memasuki tahap konsolidasi.
Prof Bagir Manan memberi keterangan sebagai seorang ahli dengan pertimbangan karena yang bersangkutan merupakan mantan Ketua Mahkamah Agung dan mantan Ketua Dewan Pers yang dinilai oleh MKMK berurusan dengan penegakan etik.
“Beliau juga punya pengalaman beberapa kali menjadi bagian dari Majelis Kehormatan, termasuk di Mahkamah Konstitusi,” kata Palguna.
Palguna juga menjelaskan bahwa pihaknya meminta Prof Jimly Asshiddique untuk memberi keterangan sebagai ahli mengingat kapasitas Prof Jimly sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi yang pertama.
Selain itu, Prof Jimly juga sudah sempat memimpin dan menjadi Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang notabene merupakan lembaga yang “mengadili” etik.
“Beliau adalah ahli pertama di Indonesia, jika bukan satu-satunya, yang menulis secara serius tentang pentingnya penegakan etik dan pengadilan etik,” ucap Palguna.
Bagi Palguna, penting untuk MKMK mendengar keterangan dari kedua ahli tersebut karena MKMK diberi tugas untuk menemukan ada atau tidaknya pelanggaran etik dalam putusan yang ramai menjadi perbincangan publik ini.
Selain kedua Ahli tersebut, juga terdapat tiga orang lainnya yang memberikan keterangan sebagai ahli, yakni mantan Wakil Ketua MK Prof Laica Marzuki, mantan Ketua Komisi Yudisial Prof Aidul Fitriciada Azhari, dan mantan Ketua Komisi Informasi Pusat John Fresly Hutahaean.
MKMK juga telah memeriksa hakim konstitusi dan mantan hakim konstitusi berjumlah sembilan orang, termasuk ketua majelis hakim konstitusi.
“Dari pegawai MK dan Zico (Zico Leonard Djagardo), kalau tak salah jumlahnya 13 orang,” ujar Palguna.
Untuk menyusun draf putusan, Palguna mengatakan bahwa MKMK harus mengonsolidasikan keterangan dari pihak-pihak tersebut, sekaligus sistemasikan dan dipersandingkan dengan tumpukan dokumen, beserta bukti-bukti lain seperti rekaman audio, video, dan CCTV.
MKMK saat ini berpacu dengan batas waktu paling lambat untuk membacakan putusan adalah 20 Maret 2023.
“Tidak boleh lewat. Oleh karena itu, kami bekerja maraton hingga malam sejak beberapa hari yang lalu,” ucap Palguna.
Baca juga: MKMK jadikan putusan 103 sebagai kasus temuan
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023